SARANG SERIGALA, Jakarta - Insiden hilangnya AirAsia QZ8501 berbeda sama sekali dengan tragedi Malaysia Airlines MH370 maupun MH17. Tak ada unsur mencurigakan -- sabotase atau serangan rudal --dalam peristiwa yang menimpa pesawat tujuan Surabaya-Singapura yang membawa 162 orang tersebut.
Sejumlah ahli penerbangan menyebut, faktor cuaca lah yang diduga ikut andil sebagai penyebab hilangnya AirAsia QZ8501. Pilot Iriyanto sempat minta izin bergeser haluan dan naik ke ketinggian 38 ribu kaki untuk menghindari awan. Hanya itu yang sempat ia sampaikan. Lalu kontak terputus dan pesawat hilang dari radar.
"Apapun yang terjadi, kejadiannya sangat cepat. Sang pilot sibuk melakukan banyak hal ketimbang bicara dengan menara ATC (air traffic control)," kata pengamat penerbangan John Cox, seperti Liputan6.com kutip dari CTV News, Selasa (30/12/2014).
Namun, Karl Moore, ahli penerbangan dari McGill University mengatakan, adalah hal tak biasa pilot tak menyalakan sinyal bahaya (distress call) elektronik maupun radio sebelum pesawat jatuh.
"Sepertinya sesuatu yang mendadak terjadi," kata dia. Kedua ahli tersebut mengatakan, cuaca buruk bukan satu-satunya faktor yang bisa membuat pesawat jatuh. Ada lebih dari 100 ribu penerbangan di seluruh dunia, kebanyakan harus melalui cuaca tak bersahabat yang sama, dan selamat.
Cox mengaku pernah berbincang dengan sejumlah pilot yang kerap terbang di atas Laut Jawa, di rute yang sama yang ditempuh AirAsia QZ8501. Dan para penerbang mengatakan, kondisi seperti itu kerap terjadi. "Benar, saat ini adalah musim hujan, ada banyak petir, namun kami terbang di sana setiap hari," kata Cox menirukan pernyataan para pilot.
Kombinasi cuaca buruk -- juga kesalahan manusia -- menjadi penyebab kecelakaan di masa lalu. Pesawat Air France Penerbangan 447 yang membawa 228 orang yang menempuh rute Rio de Janeiro ke Paris celaka di Lautan Atlantik pada 1 Juni 2009.
Berdasarkan data yang dikumpulkan, para penyelidik menyimpulkan instrumen yang rusak akibat kristal-kristal es yang terbentuk saat pesawat memasuki awan, juga unsur kesalahan pilot sebagai penyebab kecelakaan.
Icing atau pembentukan kristal es mungkin juga menjadi faktor dalam insiden yang menimpa Air Asia.
Menurut infomasi kotak hitam, Air France Penerbangan 447 terbang di ketinggian 11,5 kilometer di atas permukaan air laut, ketika pilot diduga tak sengaja memperlambat pesawat -- sebuah tindakan yang membuat kapal terbang itu jatuh. Hanya butuh 3 menit 30 detik hingga ia jatuh ke laut. Tak ada sinyal bahaya yang dipancarkan kala itu.
Sementara AirAsia berada di ketinggian 9,8 km saat pilot melakukan kontak terakhirnya.
bela sungkawa dari berbagai element untuk keselamatan para korban |
TIGA PETUNJUK PENTING
Robert Goyer, pemimpin redaksi majalah Flying mengatakan, berdasarkan kotak hitam Air France 447 diketahui pesawat celaka setelah memasuki area badai di langit. Sensor yang mendeteksi kecepatan dan ketinggian beku oleh es. Padahal instrumen itu amatlah penting bagi pilot untuk mengendalikan pesawat.
"Akibatnya fatal. Pilot terbang buta di kegelapan malam," kata Goyer seperti Liputan6.com kutip dari Time.
Menurut dia, ada 3 petunjuk penting sudah dimiliki para penyelidik untuk membandingkan insiden AirAsia QZ8501 dengan Air France 447.
Pertama, pengetahuan tentang kekuatan, posisi, dan intensitas badai yang berusaha dihindari pilot AirAsia.
Petunjuk nomor dua adalah, kita bisa menganggap transmisi terakhir yang dilakukan pilot Air Asia, meminta perubahan ketinggian yang dramatis dan perubahan haluan. Kedua permintaan itu mengisyaratkan bahwa pilot tahu bahwa pesawat sedang mendekati cuaca yang sangat buruk. Bahkan, kemungkinan mereka sudah mengalami turbulensi hebat saat terbang di tepi badai.
Sementara, petunjuk final, seperti dilaporkan sejumlah media, adalah pembacaan radar yang menyebut kecepatan pesawat yang relatif lambat.
"Kecepatan lambat yang ditunjukkan oleh radar mungkin mengindikasikan bahwa pesawat telah kehilangan daya angkat aerodinamis dan turun di luar kendali."
"Semua petunjuk tersebut memperkuat dugaan bahwa AirAsia QZ8501 hilang karena kerusakan yang sama atau identik dengan Air France Penerbangan 447," tambah dia.
salah 1 contoh keluarga korban menunjukkan foto keluarga |
Teriakan Terakhir Pilot Air France 447
Butuh waktu berhari-hari sebelum puing Air France 447 ditemukan di wilayah terpencil Samudera Atlantik. Dan diperlukan waktu 2 tahun sampai badan Air France berhasil diangkat. Berdasarkan kotak hitam, terungkap kata-kata terakhir pilot kapal terbang nahas itu.
Detail yang terungkap dari investigasi terbaru dimuat Oktober 2014 lalu di majalah Vanity Fair, termasuk rekaman percakapan terakhir di kokpit.
Juga disebutkan, 2 dari 3 pilot yang ada di pesawat sedang tertidur, saat Airbus 330 itu menghadapi masalah akibat badai tropis dalam perjalanan dari Paris, Prancis menuju Rio de Janeiro, Brasil.
Pierre-Cedric Bonin (32), 'anak bawang' yang baru mencatatkan ratusan jam terbang ditinggalkan sendirian di belakang kemudi, sementara kapten penerbang, Marc Dubois (58) dan pilot David Robert (37) sedang tidur. Demikian dilaporkan Vanity Fair, seperti dikutip dari TVNZ, Selasa (14/10/2014).
Sang kapten diduga hanya tidur sejam malam sebelumnya, ia disebut-sebut menghabiskan waktunya dengan teman seperjalanannya, pramugari yang tak sedang bertugas (off-duty) sekaligus penyanyi opera.
"Seandainya kapten berada di posisinya ketika menghadapi Intertropical Convergence Zone (ITCZ), paling-paling tidurnya hanya terganggu tak lebih dari 15 menit. Dan dengan pengalamannya itu, kisah pesawat itu mungkin akan berakhir beda," kata kepala penyelidik Alain Bouillard seperti dikutip Vanity Fair, yang Liputan6.com kutip dari News.com.au.
ITCZ adalah garis atau zona yang berkaitan dengan pusat sirkulasi siklonik yang memiliki tekanan udara yang sangat rendah dari daerah sekitarnya dan berada di antara dua cekungan equatorial
Berdasarkan penyelidikan, pesawat diduga mengalami kehilangan daya angkat, sementara sensor kecepatan tak berfungsi. Namun, alih-alih mengikuti prosedur dengan menurunkan hidung pesawat, si pilot junior itu justru menaikkannya.
Pilot Dubois akhirnya muncul di kokpit, 1 menit 38 detik sebelum kejadian nahas terjadi. Namun, sungguh terlambat.Pilot kedua, David Robert terdengar berteriak, "Kita akan celaka! Ini tak benar! Apa yang terjadi."
Lalu, sebuah teriakan -- entah dari Robert atau pilot junior Bonin -- menjadi penutup sesaat sebelum pesawat celaka. "F***, we're dead" -- Sialan, matilah kita! (Ein/Riz)
SUMBER : DISINI
" GARIS LURUS " Hilangnya AirAsia QZ8501 dan Air France 447